Beberapa Objek Wisata
Yang Sering di Manfaatkan Para Turis asing maupun Turis Lokal untuk
menikmati Keindahan Pesona Alam di Wilayah Sumatra utara memang begitu
banyak, yang sudah dikenali hingga manca negara hingga yang masih belum
ter Ekspos. Wisata Alam memang sangatlah Diminati Para masyarakat
sekarang ini, terutama bagi mereka yang sehariannya disibukkan dengan
rutinitas kegiatan kantor yang hanya dapat menikmati Alam melalui
berbagai pemberitaan Electronik maupun surat kabar. Bagai mana tidak
seperti itu jika kesehariannya hanya bisa berada di dalam ruangan ber AC
kesehariannya. Pada Saat hari libur kerja, mereka akan menyempatkan
diri untuk merepresingkan diri dengan berwisata alam. salah satu tujuan
wisata yang menarik Seperti Wisata Waterpool (Air Terjun), Danau, dan Wisata alam Pegunungan.
Wisata Alam Siguragura Merupakan salah satu wisata yang ada di sumatera utara yang tidak begitu jauh dari kota medan sebagai ibukota sumatera utara.
Wisata Alam siguragura merupakan sebuah Bendungan Penadah Air (Siguragura Intake Dam)
yang terletak di daerah kab.Asahan dan berfungsi sebagai sumber air
yang stabil untuk stasiun pembangkit listrik. Air yang ditampung di
bendungan ini dipergunakan di Stasiun pembangkit listrik Siguragura (Siguragura Power Station)
yang berada 200 m di dalam perut bumi dengan 4 unit generator dan total
kapasitas tetap dari keempat generator tersebut adalah 203 MW dan
merupakan PLTA bawah tanah pertama di Indonesia, Tipe bendungan
ini adalah beton massa dengan ketinggian 47 meter. Selain Sebagai Objek
wisata dan Pembangkit Tenaga Listrik, Aliran Sungai Siguragura yang
mengalir mengikuti sungai Asahan sering digunakan para pecinta Olah raga
Arung Jeram dalam Festival Perlombaan Arung Jeram.
Di Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, ada juga pabrik
peleburan aluminium yang luasnya 200 hektar. Pabrik ini mampu
memproduksi aluminium hingga 240.000 ton per tahun. Listrik dari PLTA
Siguragura dan PLTA Tangga disalurkan ke sini. Sayangnya, itu semua
belum menjadi milik sepenuhnya bangsa ini. PLTA Siguragura, PLTA Tangga,
dan Pabrik Peleburan Aluminium Kuala Tanjung milik perusahaan patungan
Indonesia dengan 12 perusahaan penanaman modal Jepang, PT Indonesia
Asahan Aluminium (Inalum).
Perbandingan saham antara Pemerintah Indonesia dan 12 perusahaan Jepang
bersama pemerintahan Jepang saat didirikan adalah 10 persen:90 persen.
Oktober 1978 perbandingannya menjadi 25 persen:75 persen dan sejak Juni
1987 menjadi 41,13 persen:58,87 persen. Sejak 10 Februari 1998 menjadi
41,12 persen:58,88 persen.
Proyek kerja sama ini akan berakhir 2013. Namun, sebelum masa itu terjadi, akan ada pembicaraan ulang, dimulai 2010.
Potensi hidrolistrik Sungai Asahan dan reservoir alamiah Danau Toba
mencapai 1.050 MW. Potensi hidrolistrik ini bisa menghasilkan energi
untuk industri peleburan aluminium berkapasitas 400.000 ton per tahun
(AR Soehoed, Asahan Peluang yang Bisa Terbuang). Berarti potensi itu
baru 60 persen termanfaatkan. Itu pun masih patungan dengan Jepang.
Di bagian hulu Sungai Asahan ada juga PLTA Simorea yang berkapasitas 180
MW. PLTA ini di luar pengelolaan PT Inalum. Namun, PLTA ini baru
berfungsi 2010. Di bagian hilir ada PLTA di Tratak berkapasitas 200 MW
yang masih dalam perencanaan.
Kalkulasi Untung Rugi
Sejak pertama kali beroperasi tahun 1983, listrik dari PLTA Siguragura
dan PLTA Tangga tak pernah benar-benar bisa dinikmati rakyat. Selama
kurun waktu 2002-2007, masyarakat Sumut justru mengalami krisis listrik.
PLTA Siguragura dan PLTA Tangga tidak banyak membantu. Kapasitas
pembangkit yang dimiliki PLN di Sumut pun hanya 900-1.000 MW, Kebutuhan
listrik saat beban puncak (pukul 18.00-23.00) mencapai 1.200 MW. Tak
heran, masyarakat Sumut selalu mengalami pemadaman listrik bergilir.
Kondisi itu berdampak pada ekonomi karena banyak pabrik yang tutup atau
mengurangi jam produksinya. Konsumen rumah tangga juga mengeluh karena
peralatan elektroniknya cepat rusak akibat listrik sering mati
tiba-tiba.
Saat krisis itulah rakyat Sumut ngiler melihat besarnya listrik yang
dihasilkan PLTA Siguragura dan PLTA Tangga hanya untuk menghidupi pabrik
peleburan aluminium. Hasil produksi aluminium pun 60 persen diekspor ke
Jepang. Hanya 40 persen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut
Sekretaris Daerah Provinsi Sumut RE Nainggolan, selama ini pemda hanya
menikmati annual fee dari PT Inalum Rp 74 miliar per tahun. Jumlah ini
tak sebanding seandainya Proyek Asahan dikuasai Pemerintah Indonesia,
kemudian listrik PLTA Siguragura dan PLTA Tangga dijual ke PT PLN.
Hitung-hitungan Nainggolan, jika listrik PLTA Siguragura dan PLTA Tangga
dijual 4,6 sen dollar Amerika Serikat (AS) per kilowatt hour (kWh) ke
PLN, diperoleh keuntungan hingga 120 juta dollar AS per tahun atau Rp 12
triliun setahun.
"Jika dari keuntungan itu pemda mendapat 10 persen saja, kami memperoleh
Rp 1,2 triliun per tahun. Bandingkan dengan annual fee PT Inalum yang
hanya Rp 74 miliar," katanya. Selain itu, Sumut juga tak akan mengalami
krisis listrik.
Meski demikian, kata Kepala Badan Otorita Asahan Effendi Sirait, Jepang
pun berkeinginan memperpanjang kerja sama. Soalnya, harga aluminium di
pasar dunia relatif membaik pada tahun mendatang.
Inalum juga selalu menegaskan telah memberikan banyak keuntungan kepada
Indonesia, mulai dari 2.100 tenaga kerja, pajak nilai tambah, dan annual
fee sejak 2001 yang besarnya 90 juta dollar AS per tahun yang dibagikan
ke 10 kabupaten. PT Inalum juga sampai saat ini menyetor 48 juta dollar
AS untuk pengembangan masyarakat dan perbaikan lingkungan, serta
pembangunan infrastruktur jalan, rumah sakit, tempat ibadah, dan
lainnya.
Sejak 2007, Inalum juga membayar pajak (corporate tax) ke negara. "Tahun
2008 sebesar 41 juta dollar AS, 2009 sebesar 30 juta dollar AS, 2010
direncanakan 31 juta dollar AS, 2011 sebesar 42 juta dollar AS, 2012
sebesar 43 juta dollar AS, dan 2013 24 juta dollar AS," papar Effendi
sambil menunjukkan tabel proyeksi keuangan tahun 2009-2013.
Presiden Hasil Pemilu
Semua itu akan bergantung pada negosiasi ulang masa depan Proyek Asahan
tahun 2010. Dalam perjanjian lama, jika Indonesia ingin menguasai Proyek
Asahan, pemerintah diwajibkan membayar 60 persen nilai buku proyek itu
tahun 2013.
Hasil analisis sementara yang diperoleh Sirait, nilai buku Proyek Asahan
tahun 2009 sekitar 750 juta dollar AS. Jika ingin menguasai Inalum,
pemerintah harus membayar 450 juta dollar AS. Pemerintah juga harus
menyediakan dana untuk operasional sekitar 120 juta dollar AS. Total
menjadi 570 juta dollar AS atau sekitar Rp 5,7 triliun. "Pemerintah
punya uang atau tidak untuk membayar nilai buku proyek itu tahun 2013,"
kata Effendi. Jika memang Indonesia ingin menguasai Proyek Asahan, harus
dilihat apakah tenaga Indonesia mampu mengelola megaproyek itu.
Namun, Manajer PLTA Tangga SS Sijabat memastikan, bangsa ini mampu
mengelolanya. "Saat ini hampir semua tenaga kerja di PT Inalum adalah
orang Indonesia. Tinggal tersisa lima warga negara Jepang, termasuk
presiden direktur, direktur keuangan, dan penasihat teknis," ujar dia.
Menurut Effendi, idealnya Proyek Asahan harus dikuasai Indonesia tahun
2013. Kalau keuangan pemerintah tidak mampu membayar nilai buku, opsi
lebih moderat harus disiapkan. "Pemerintah bisa meminta porsi saham
lebih besar serta jaminan keuntungan pabrik harus bisa dinikmati rakyat
Sumut dan kabupaten di sekitar Proyek Asahan," ujarnya.
Indonesia juga harus mendapat nilai tambah dari penjualan listrik. Kalau
selama ini Inalum hanya membayar listrik dengan harga pokok Rp 250 per
kWh, nantinya harus membayar dengan harga industri yang rata-rata di
Sumut Rp 800 per kWh. Sekarang tinggal pemerintah harus membentuk tim
negosiasi yang tangguh dan punya semangat memperjuangkan kedaulatan
negara di tanah sendiri. Apalagi, menurut sumber di PT Inalum, keinginan
Jepang kembali menguasai Proyek Asahan tidak main-main.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar